MANUSIA dan KEADILAN
Pembahasan kali ini
tentang manusia dan keadilan. Pembahasan tersebut terdiri dari keadilan,
keadilan sosial, macam-macam keadilan, kejujuran, kecurangan, pemulihan nama
baik dan pembalasan.
1.
Keadilan
Keadilan merupakan suatu hal yang abstrak,
bagaimana mewujudkan suatu keadilan jika tidak mengetahui apa arti keadilan.
Untuk itu perlu dirumuskan definisi yang paling tidak mendekati dan dapat
memberi gambaran apa arti keadilan. Definisi mengenai keadilan sangat beragam,
dapat ditunjukkan dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para pakar di
bidang hukum yang memberikan definisi berbeda-beda mengenai keadilan.
1.
Keadilan
menurut Aristoteles (filsuf yang termasyur) dalam tulisannya Retorica membedakan
keadilan dalam dua macam:
a. Keadilan distributif atau justitia
distributiva; Keadilan distributif adalah suatu keadilan yang memberikan
kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya
masing-masing. Keadilan distributif berperan dalam hubungan antara masyarakat
dengan perorangan.
b. Keadilan kumulatif atau justitia
cummulativa; Keadilan kumulatif adalah suatu keadilan yang diterima
oleh masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa masing-masing. Keadilan ini
didasarkan pada transaksi (sunallagamata) baik yang sukarela
atau tidak. Keadilan ini terjadi pada lapangan hukum perdata, misalnya dalam
perjanjian tukar-menukar.
2.
Keadilan
menurut Thomas Aquinas (filsuf hukum alam), membedakan keadilan dalam dua
kelompok :
a. Keadilan umum (justitia generalis); Keadilan
umum adalah keadilan menururt kehendak undang-undang, yang harus ditunaikan
demi kepentingan umum.
b. Keadilan khusus; Keadilan khusus adalah keadilan
atas dasar kesamaan atau proporsionalitas.
3.
Keadilan
menurut Notohamidjojo (1973: 12), yaitu :
a.
Keadilan
keratif (iustitia creativa); Keadilan keratif adalah keadilan yang
memberikan kepada setiap orang untuk bebas menciptakan sesuatu sesuai dengan
daya kreativitasnya.
b.
Keadilan
protektif (iustitia protectiva); Keadilan protektif adalah keadilan
yang memberikan pengayoman kepada setiap orang, yaitu perlindungan yang
diperlukan dalam masyarakat.
4.
Keadilan
menurut John Raws (Priyono, 1993: 35), adalah ukuran yang harus diberikan untuk
mencapai keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama. Ada
tiga prinsip keadilan yaitu : (1) kebebasan yang sama yang sebesar-besarnya,
(2) perbedaan, (3) persamaan yang adil atas kesempatan 8. Pada kenyataannya, ketiga prinsip itu tidak dapat
diwujudkan secara bersama-sama karena dapat terjadi prinsip yang satu berbenturan
dengan prinsip yang lain. John Raws memprioritaskan bahwa prinsip kebebasan
yang sama yang sebesar-besarnya secara leksikal berlaku terlebih dahulu dari
pada prinsip kedua dan ketiga.
5.
Keadilan
dari sudut pandang bangsa Indonesia disebut juga keadilan sosial, secara jelas
dicantumkan dalam pancasila sila ke-2 dan ke-5 9, serta UUD 1945. Keadilan adalah penilaian dengan
memberikan kepada siapapun sesuai dengan apa yang menjadi haknya, yakni dengan
bertindak proposional dan tidak melanggar hukum. Keadilan berkaitan erat dengan
hak, dalam konsepsi bangsa Indonesia hak tidak dapat dipisahkan dengan
kewajiban. Dalam konteks pembangunan bangsa Indonesia keadilan tidak bersifat
sektoral tetapi meliputi ideologi, EKPOLESOSBUDHANKAM. Untuk menciptakan
masyarakat yang adil dan makmur. Adil dalam kemakmuran dan makmur dalam
keadilan.
6.
Keadilan
menurut Ibnu Taymiyyah (661-728 H) adalah memberikan sesuatu kepada
setiap anggota masyarakat sesuai dengan haknya yang harus diperolehnya tanpa
diminta; tidak berat sebelah atau tidak memihak kepada salah satu pihak;
mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan mana yang salah,
bertindak jujur dan tetap menurut peraturan yang telah ditetapkan. Keadilan
merupakan nilai-nilai kemanusiaan yang asasi dan menjadi pilar bagi berbagai
aspek kehidupan, baik individual, keluarga, dan masyarakat. Keadilan tidak
hanya menjadi idaman setiap insan bahkan kitab suci umat Islam menjadikan
keadilan sebagai tujuan risalah samawi.
2.
Keadilan Sosial
Keadilan sosial mengandung arti memelihara hak-hak individu
dan memberikan hak-hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya1.
Karena manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak bisa berdiri sendiri
dalam memenuhi segala kebutuhannya. Inilah salah satu alasan Allah menciptakan
manusia dalam beragam warna kulit dan bahasa, suku dan ras, agar tercipta
sebuah kebersamaan dan keharmonisan di antara manusia. Dengan manusia saling
memenuhi kebutuhan masing-masing, maka kebersamaan dan saling ketergantunganpun
tercipta, dan ini merupakan kedilan Allah yang Maha Adil.
Ketika manusia sebagai makhluk sosial, maka secara otomatis
pula ada hak dan kewajiban di antara mereka. Hak dan kewajiban adalah dua hal
timbal balik, yang tidak mungkin ada salah satunya jika yang satunya lagi tidak
ada. Ketika ada hak yang harus dierima, otomatis juga ada kewajiban yang harus
diberikan.
3.
Macam-macam Keadilan
Keadilan menurut Aristoteles (filsuf yang
termasyur) dalam tulisannya Retorica membedakan keadilan dalam dua
macam:
a.
Keadilan
distributif atau justitia distributiva; Keadilan distributif adalah
suatu keadilan yang memberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya
atau pembagian menurut haknya masing-masing. Keadilan distributif berperan
dalam hubungan antara masyarakat dengan perorangan.
b.
Keadilan
kumulatif atau justitia cummulativa; Keadilan kumulatif adalah
suatu keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa
masing-masing. Keadilan ini didasarkan pada transaksi (sunallagamata) baik
yang sukarela atau tidak. Keadilan ini terjadi pada lapangan hukum perdata,
misalnya dalam perjanjian tukar-menukar.
Keadilan menurut Thomas Aquinas (filsuf hukum
alam), membedakan keadilan dalam dua kelompok :
a.
Keadilan
umum (justitia generalis); Keadilan umum adalah keadilan
menururt kehendak undang-undang, yang harus ditunaikan demi kepentingan umum.
b.
Keadilan
khusus; Keadilan khusus adalah keadilan atas dasar kesamaan atau
proporsionalitas.
Keadilan menurut Notohamidjojo (1973: 12),
yaitu :
a.
Keadilan
keratif (iustitia creativa); Keadilan keratif adalah keadilan yang
memberikan kepada setiap orang untuk bebas menciptakan sesuatu sesuai dengan
daya kreativitasnya.
b.
Keadilan
protektif (iustitia protectiva); Keadilan protektif adalah keadilan
yang memberikan pengayoman kepada setiap orang, yaitu perlindungan yang
diperlukan dalam masyarakat.
4.
Kejujuran
Kejujuran
atau jujur artinya apa-apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati
nuraninya, apa yang dikatakan sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang
kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga
berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa
apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti
juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun
yang masih terkandung dalam hati nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.
5.
Kecurangan
Kecurangan
atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula
dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Curang atau kecurangan artinya apa
yang diinginkan tidak sesuai dengan hari nuraninya atau, orang itu memang dari
hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa
bertenaga dan berusaha. Kecurangan menyebabkan orang menjadi serakah, tamak,
ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai
orang yang paling hebat, paling kaya, dan senang bila masyarakat
disekelilingnya hidup menderita. Bermacam-macam sebab orang melakukan
kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada 4 aspek
yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peradaban dan aspek teknik.
Apabila keempat asepk tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan
berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum. Akan tetapi, apabila
manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia
akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan.
6.
Pemulihan Nama Baik
Nama
baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak
tercela. Setiap orang menajaga dengan hati-hati agar namanya baik.
Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah
suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat
hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan bama baik
atau tidak baik ini adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan
tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan
santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatn-perbuatan yang
dihalalkan agama dan sebagainya. Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah
kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak
sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan ahlak yang baik. Untuk
memulihkan nama baik manusia harus tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf
tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat
darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu
ditolong dengan penuh kasih sayang , tanpa pamrin, takwa terhadap Tuhan dan
mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.
7.
Pembalasan
Pembalasan
ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan
yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku
yang seimbang. Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang
bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya pergaulan yagn penuh
kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya,
manusia adalah mahluk moral dan mahluk sosial. Dalam bergaul manusia harus
mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral,
lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah
perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia. Oleh karena
itu manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa,
maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan
hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.
Studi
Kasus:
Pernahkah kalian mendengar tentang seorang anak yang mencuri sandal dan
dihukum dengan bertahun-tahun di penjara? Sedangkan seseorang yang melakukan
korupsi malah tidak diadili atau lama dalam penanganannya? Kita lihat betapa
tidak wajarnya kasus dengan hukumannya dalam 2 kasus tersebut. Tetapi itulah
manusia. Sebesar apapun kekuasannya, pasti akan disalahgunakan dengan manusia
itu. Sebanyak apapun hartanya, pasti akan disalahgunakan juga. Mereka piker
bahwa dengan besarnya kekuasaan atau hartanya semua akan baik-baik saja.
Padahal disitulah awal mula keterpurukan, karena masyarakat akan mencibir denan
kata-kata pedas. Begitu mudahnya pemerintah sekarang melakukan hal keji
tersebut. Kita yang mencari uang, mereka dengan enak ‘memakannya’. Tetapi
itulah ‘budaya’ Negara kita. Bisa tidak bisa, mau tidak mau kita hraus
menerimanya. Walaupun bisa diperbaiki sedikit demi sdikit, namun lama
membersihkannya, karena semua kembali ke pribadi masing-masing.
Referensi:
http://jamaluddinmahasari.wordpress.com/
http://www.darut-taqrib.org
Seri Diktat Kuliah MKDU: Ilmu
Budaya Dasar karya Widyo Nugroho dan Achmad Muchji, Universitas Gunadarma
No comments:
Post a Comment